Bahkan sebelum peluit kick off babak pertama ditiup, kapten tim Cicak FC Abraham Somad menebar psywar / perang urat syaraf bahwa Cicak FC akan memenangkan pertandingan melawan BuayaFC. Ini dibuktikan di lapangan hijau. Pertandingan baru berjalan beberapa detik ketika sang kapten melakukan tackle keras terhadap kapten tim Buaya FC, Budi Gundarsono. Akibatnya pemain kesayangan pelatih Megavatic bernomor punggung 22,657M itu terkapar dan harus di tandu ke luar lapangan. Posisi kapten sementara diserahkan pada pemain pengganti Badroen Hawai.
Karena insiden tersebut menyulut emosi para pemain Buaya FC. Tensi pertandingan bertambah panas menjurus kasar. Aksi saling jegal dan tackle tak terhindarkan. pelanggaran keras mewarnai pertandingan sarat gengsi tersebut.
Pertarungan makin brutal sehingga pada menit ke 13, Bambang W Pamungkas harus digotong ke luar lapangan setelah terkena slading tackle pemain Buaya FC. Hampir saja terjadi tawuran antar pemain kalau saja wasit tidak menasehati agar pemain kedua tim berdamai. Tapi anehnya, wasit sama sekali tidak mengeluarkan kartu kuning untuk pelanggaran keras ini.
Inilah yang membuat penonton marah. Baik yang ada dalam stadian Gelora Banyolan Koplak maupun pemirsa di rumah mengejek wasit Jackowi dengan teriakan mencemooh: “Wasit golok.....!! wasit golok....!!” Sebagian lagi membentangkan poster bertuliskan “SAVE KPK”. Ini cukup menggelikan karena sepanjang sejarah sepak bola, baru kali ini ada poster bernada politis seperti itu. Entah apa maksud dari kata Save KPK itu. Mungkin hanya kata sindiran biasa seperti halnya kata plesetan Jaka Sembung bawa Golok... Wasitnya golok.....